Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik menegaskan pihaknya berupaya membangun semangat dan mekanisme kerja jajaran penyelenggara Pemilu yang profesional. Komitmen untuk bekerja sesuai aturan dilakukan bukan karena adanya pengawasan dan takut terkena sanksi. Komitmen itu diharapkan dapat tumbuh atas kesadaran dan rasa tanggung jawab sebagai abdi Negara.
“Kami berupaya membangun semangat, mental dan karakter jajaran penyelenggara Pemilu yang profesional. Ibarat pekerja, mereka bekerja bukan karena diawasi mandor tetapi karena rasa tanggung jawab dan kredibilitasnya sebagai seorang pekerja profesional,” terang Husni dalam acara DKPP Outlook 2013 : Proyeksi dan Refleksi di Ruang Sidang Utama Lantai II, KPU RI, Kamis (19/12).
Hadir dalam acara itu Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, anggota DKPP Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, dan Anna Erliyana. Jajaran KPU, selain ketua KPU, hadir anggota KPU Divisi Hukum dan Pengawasan Ida Budhiati dan Nasrullah dari Bawaslu.
Husni mengatakan secara kelembagaan pihaknya terus berupaya untuk menumbuhkan kesadaran di jajaran komisioner dan sekretariat untuk berprilaku secara tertib. “Kesadaran yang kita inginkan adalah kesadaran yang muncul dari dalam diri setiap jajaran penyelenggara, bukan karena ada DKPP atau Bawaslu. Faktor eksternal seperti DKPP hanya bersifat melengkapi situasi itu,” ujarnya.
Sejak awal, kata Husni, KPU sudah membangun gerakan moral untuk berprilaku tertib dalam penyelenggaraan Pemilu. Semua anggota KPU yang dilantik wajib menandatangani pakta integritas sebagai komitmen untuk bekerja dengan memegang teguh aspek etis dan yuridis. “Poin-poin yang ada di dalam pakta integritas itu sebetulnya sudah melampaui nilai-nilai yang dikehendaki kode etik. Gerakan moral itu kita lakukan sampai ke tingkat penyelenggaran ad hoc,” ujarnya.
Selain itu, kata Husni, masa orientasi komisioner terpilih lebih panjang dibanding orientasi penyelenggara Pemilu pada periode sebelumnya. Pembekalan juga tidak hanya dilakukan oleh tim pakar dari internal KPU tetapi mengundang pihak eksternal untuk mendorong penguatan tertib berprilaku di jajaran penyelenggara Pemilu.
Husni merespons positif putusan-putusan DKPP terhadap aduan berbagai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu. “Setiap putusan DKPP menjadi pembelajaran yang berharga bagi kami. Kami dapat mengecek kesalahan penyelenggara itu dimana. Kesalahan itu tunggal karena penyelenggara Pemilu atau karena ada pengaruh dari luar seperti peserta Pemilu,” ujarnya.
Husni juga memaknai beberapa putusan DKPP ternyata kontek wilayah etik tak selalu berkaitan prilaku penyelenggara. “Kami melihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu dapat menjadi sumber aduan pelanggaran etik. Karena itu, kami menjadi lebih berhati-hati, tidak hanya dalam berprilaku tetapi juga dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Sementara itu Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengungkapkan selama tahun 2012 dan 2013 terdapat 676 pengaduan yang masuk ke DKPP. Rinciannya 99 pengaduan tahun 2012 dan 577 pengaduan tahun 2013. Pengaduan yang memenuhi syarat 171 dan tidak memenuhi syarat 497 pengaduan.
Dari 171 pengaduan yang memenuhi syarat itu, sebanyak 141 perkara disidangkan, sebanyak 388 orang direhabilitasi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Sementara yang dikenai sanksi berupa teguran tertulis sebanyak 112 orang, pemberhentian sementara sebanyak 13 orang dan pemberhentian tetap sebanyak 86 orang. “Ini artinya masih lebih banyak penyelenggara Pemilu yang karakter dan integritasnya baik,” ujarnya.
Jimly mengatakan tata cara dan peradilan kode etik di DKPP lebih mengedepankan konsep restorative justice (keadilan yang memulihkan). Pelanggaran kode etik yang mengakibatkan hilangnya hak orang lain, maka putusan yang dikeluarkan bukan sekadar memberikan sanksi kepada penyelenggara Pemilu yang melakukan pelanggaran. Tetapi hak orang lain yang hilang tersebut juga harus dikembalikan.
Jimly mengatakan dalam kontek kelembagaan Negara demokrasi, posisi KPU sangat strategis. KPU merupakan pilar keempat demokrasi. Karena itu, kemandirian, kredibilitas dan integritas KPU harus dijaga. “Disebelah kanan ada eksekutif dan jajarannya. Di sebelah kiri ada legislatif dan ke bawahnya. Dua-duanya merupakan peserta Pemilu. Di depan ada yudikatif yang akan menyidangkan sengketa Pemilu. KPU berada pada posisi yang sangat menentukan integritas proses, hasil dan penyelenggaraan Pemilu,” ujarnya.
Namun demikian, Jimly menegaskan kualitas dan integritas penyelenggaraan Pemilu tidak hanya tergantung kinerja KPU. “Kualitas dan integritas peserta Pemilu juga sangat menentukan karena banyak kami dapati, selain penyelenggara Pemilu yang bermasalah ternyata lebih banyak peserta Pemilunya yang bermasalah. Karena itu, peserta pemilu juga perlu diperkuat etikanya,” ujar Jimly. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar